
Berat Badan Naik setelah Olahraga? Cari Tahu 3 Penyebabnya!
Pasti di antara kami dulu mengalami keadaan berat badan naik setelah olahraga, kan? Ternyata hal tersebut merupakan keadaan normal yang berlangsung pada awal-awal olahraga, lho. Namun, kami tentu bertanya-tanya kenapa berat badan naik setelah olahraga? Sebenarnya tersedia sejumlah penyebab kenapa kami mengalami kenaikan berat badan. Mau tahu? Yuk, lihat ulasannya di bawah!
1. Kenaikan massa otot baru
Peningkatan massa otot biasa berlangsung kalau kami berolahraga dengan angkat beban atau latihan kemampuan lainnya. Dilansir dari laman Cleveland Clinic, tubuh kami memerlukan sementara kira-kira satu atau dua bulan untuk menaikkan massa otot yang ditandai dengan peningkatan berat badan. Namun, setelahnya kami akan mengalami penurunan berat badan akibat teratur berolahraga.
2. Peningkatan berat air
Penyebab sesudah itu adalah peningkatan berat air atau retensi air. Dikutip dari laman formal Verywell Fit, aspek utama peningkatan berat air adalah kuantitas asupan natrium didalam tubuh. Hal ini biasa berlangsung setelah kami menyantap makanan asin yang tinggi natrium, layaknya ikan laut, garam, kecap, hingga sereal. Oleh karenanya, kami akan mengalami peningkatan produksi urine. Akibat cairan berlebih ini, maka massa tubuh kami juga mengalami peningkatan hingga beberapa kilogram.
3. Radang setelah latihan
Beberapa model olahraga ternyata mampu menyebabkan jaringan otot didalam tubuh rusak, lho. Salah satunya yakni latihan beban. Kekurangan aktivitas fisik ternyata sudah menarik perhatian WHO supaya mereka sebabkan Global Action Plan on Physical Activity 2018-2030 bersama dengan tema program, “More Active People For Healthier World.” Misi program ini mempunyai tujuan untuk menegaskan bahwa tiap tiap slot terbaru orang di dunia punyai akses dan kesempatan untuk aktif secara fisik didalam kehidupan keseharian mereka kegunaan untuk meningkatkan kesehatan individu maupun kelompok.
Hal tersebut dikarenakan tubuh kami mengalami proses perbaikan setelah berolahraga yang menyebabkan otot tumbuh agar lebih kuat. Namun, proses ini juga menyebabkan peradangan pada jaringan. Kondisi layaknya ini biasa dikenal sebagai rusaknya otot pasca-olahraga atau exercise-induced muscle damage (EIMD). EIMD adalah keadaan sementara yang nampak akibat setelah pola latihan yang baru atau lebih menantang.
Menurut laman Cleveland Clinic, kami direkomendasi untuk berkonsultasi dengan dokter atau pakar profesional lainnya berkaitan model olahraga yang cocok dengan tubuh. Hal ini mampu mendukung sesuaikan nutrisi dan sementara istirahat tepat yang dibutuhkan tubuh kita.
Dengan tiga penyebab utama tadi, saat ini kami tidak harus cemas seumpama mengalami peningkatan berat badan setelah olahraga, ya! Kondisi tersebut cuma berlangsung sementara dan akan menghilang kalau kami rajin berolahraga.

Perempuan dalam Dunia Olahraga Maskulin Semua Sah-Sah Saja!
Saya di sini, memulai postingan ini dengan sepenggal cerita. Satu perihal yang melatarbelakangi aku untuk menulis, sebutlah karangan esai ini, tidak lain adalah berangkat dari kegelisahan aku (atau barangkali kegelisahan saya) terhadap stigma yang sering kali dilekatkan terhadap perempuan yang memperlihatkan kecintaannya terhadap olahraga yang dianggap “maskulin”. Barangkali kudu diketahui sebelumnya bahwa aku adalah seseorang yang terlalu menyukai sepak bola, yang bahkan akhir-akhir ini termasuk sering ikuti perkembangan beraneka cabang olahraga lainnya yang dipandang maskulin. Kendati begitu, aku tidak dapat mengklaim diri aku sebagai seorang yang mengerti betul perihal dunia olahraga.
Saat ini, aku masih berada terhadap tahap sebagai penggemar, tanpa menjadi lumayan pantas menyebut diri sebagai “pengulas”. Namun begitu, ketertarikan aku yang kuat terhadap dunia olahraga ini bukan hanya sekadar hobi, tapi dapat dibilang sebagai bagian dari identitas saya, yang lantas mendorong aku untuk berbagi https://www.seasidevolleyballclub.com/ pandangan lewat postingan ini. Seperti yang aku katakan sebelumnya, cuma satu perihal yang mendorong aku menulis karangan esai ini adalah stigma maskulin didalam dunia olahraga yang belakangan ini jadi kegelisahan saya.
Kegelisahan aku sesungguhnya tidaklah terletak terhadap bagaimana aku kudu menyikapi beraneka persepsi perihal perempuan yang mencintai olahraga “maskulin” —terutama sepak bola, gara-gara mengerti kita tidak dapat menampik asumsi bahwasanya sepak bola hanya untuk laki-laki. Kekhawatiran aku justru lebih cenderung terhadap bagaimana stigma ini dapat mencederai keyakinan diri dan mencegah identitas perempuan, terlebih bagi mereka yang terlibat secara segera didalam olahraga “maskulin”.
Minat terhadap Olahraga Maskulin, Terutama Sepak Bola, Bukan Sekadar FOMO
Perempuan yang menggemari olahraga “maskulin”, bahkan jadi atletnya, sering dicap “tomboy”, atau “nggak feminin” gara-gara jalankan sesuatu yang dianggap sebagai ranah laki-laki—seolah-olah kecintaan terhadap olahraga bertentangan dengan femininitas. Padahal, di luar itu, mereka dapat saja nampak seperti perempuan terhadap umumnya. Terlepas dari persepsi yang berseliweran, aku tidak mengidamkan mendorong Anda semua ke suatu arah asumsi khusus selepas membaca postingan ini. Sebab, ini cuman impuls yang aku anggap ‘normal’—biasanya aku sering merasakannya pas mendapatkan ilham untuk menulis.
Merasa belum lumayan dengan stigma, beraneka wujud diskriminasi termasuk sering dialami perempuan termasuk saya, pas menjadi menggemari sepak bola sebagai hobi. Mungkin nyaris semua perempuan yang menyukai olahraga maskulin terlebih sepak bola, pasti dulu minimal sekali diragukan kecintaannya terhadap olahraga ini. Mereka sering kali menghadapi pertanyaan, seperti misalnya, “Emang beneran kamu senang bola? Kamu cewek lho, kan ini olahraga cowok banget.”
Bahkan aku tidak sangsi mengatakan bahwasanya perempuan yang menyukai sepak bola dianggap hanya gara-gara ikuti tren (FOMO) atau melacak eksistensi dan mengidamkan dianggap ‘berbeda’ oleh laki-laki. Hal ini membuat banyak orang mikir kecuali asumsi bahwa perempuan yang menyukai sepak bola hanya sekadar mengidamkan mengikuti laki-laki atau melacak sensasi. Sering kali, kala perempuan memperlihatkan kecintaannya terhadap sepak bola, mereka malah menghadapi tuduhan bahwasanya mereka tidak tahu-menahu perihal dunia persepakbolaan, atau olahraga maskulin lainnya.
Masyarakat sesungguhnya lebih akrab lihat sepak bola sebagai olahraga maskulin, baik sebagai pemain maupun sekadar penggemar. Hal ini nampak dari banyaknya laki-laki yang sering lihat dan bermain sepak bola, pas perempuan yang memperlihatkan minat sebagai pecinta saja agaknya masih dianggap bukan perihal yang wajar.
Sejujurnya, pandangan seperti itu sungguh mengecewakan. Meski begitu, aku tidak dapat menyangkal bahwa sesungguhnya tersedia perempuan yang menyukai sepak bola hanya gara-gara tertarik terhadap fisik pemain atau sekadar ikut-ikutan. Namun, kiranya tidak adil untuk menggeneralisasi bahwa semua perempuan menyukai sepak bola hanya untuk melacak sensasi. Rasa-rasanya masih banyak perempuan di luar sana yang terlalu menyukai sepak bola gara-gara minat mereka yang serius, tanpa embel-embel seperti itu.
Sejak kecil, terlebih kala aku memasuki usia SMP, aku menjadi terlalu tertarik dengan sepak bola dan mengikutinya dengan serius sebagai seorang penggemar. Terus terang, aku tidak menyangka bahwa ketertarikan terhadap sepak bola—yang persis dengan dunia laki-laki—harus menemui beraneka halangan hanya untuk memperlihatkan bahwa aku punyai minat murni gara-gara suka. Meskipun lingkungan daerah tinggal aku tidak terlalu mempermasalahkan perempuan yang menyukai sepak bola, tapi persepsi di lingkungan sekolah terlebih sarana sosial lihat berbeda terhadap perempuan yang menyukai sepak bola. Hal ini aku rasakan sendiri kala menjadi mengfungsikan sarana sosial.
Saat berinteraksi di dunia maya, komentar-komentar sarkastik dan meremehkan sering kali aku hadapi, seolah-olah perempuan tidak berhak untuk mendalami dunia sepak bola. Komentar-komentar menjengkelkan itu sering kali membuat aku menjadi risih gara-gara dianggap tidak mengerti apa-apa perihal dunia sepak bola. Bahkan, teman laki-laki yang mengerti aku menyukai sepak bola sering melontarkan lelucon yang menyangkut tim favorit saya. Meski aku sering menganggapnya sebagai candaan biasa didalam konteks olahraga, tapi aku menjadi perihal ini mencerminkan norma-norma maskulinitas yang masih dominan.
Hal ini membuat aku menyadari, ternyata hanya sekadar jadi pecinta sepak bola tidak semudah kelihatannya. Jujur saja, meskipun hanya sekadar lihat pertandingan atau ikuti perkembangan beraneka cabang olahraga lainnya seperti sepak bola, perihal itu selalu jadi kesenangan bagi saya. Saya selalu menjadi tertarik dengan dinamika dan impuls yang tersedia di dalamnya. Sepak bola, bagi saya, bukan hanya sekadar permainan, tapi “itu kayak ngeliat gimana langkah kerja sama, bikin rencana, dan solid bareng-bareng bikin menang”. Sayangnya, minat aku ini sering kali dianggap nyeleneh atau nggak lumrah oleh beberapa orang hanya gara-gara aku perempuan.
Tidak hanya pecinta sepak bola perempuan yang sering menghadapi perlakuan diskriminasi, tapi termasuk para pemain sepak bola perempuan. Mereka sering kali diremehkan dan dianggap hanya sebagai objek hiburan. Kemampuan olahraganya sering kali diragukan dan dianggap jauh di bawah pemain laki-laki. Saat itu, aku belum mengerti bagaimana membantah argumen murahan mereka dan hanya dapat menerimanya. Namun, saat ini situasinya berbeda.

Informasi Dari Pemeriksaan Kesehatan Olahraga Untuk Muetazim
Bakal calon wakil bupati Maros, Muetazim Mansyur mendapatkan giliran pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin (RSP Unhas), Rabu, 11 September 2024.
Mantan Kepala Dinas Profesi Umum, Tata Ruang, Perhubungan dan Pertanahan (PUTRPP) Kabupaten Maros ini, memeriksa kesehatan tanpa dipandu calon bupati Maros, Chaidir Syam.
Ketua KPU Maros, Jumaedi mengatakan, hasil pemeriksaan kesehatan Chaidir sebelumnya ketika datang bersama Suhartina Bohari masih berlaku.
“Jadi tak lagi memeriksa kesehatan, meskipun pasangan calonnya memeriksa drbagchi.com kesehatan sekarang,” ujarnya.
Edi, sapaan akrabnya, mengatakan , pemeriksaan kesehatan yang dijalankan oleh calon wakil bupati yang diajukan sebagai pengganti itu bakal memakan waktu 8 hingga 11 jam.
“Pemeriksaan kesehatannya sama dengan sebelumnya,” imbuhnya.
KPU Maros memberikan jadwal pemeriksaan kesehatan bagi pengganti calon wakil bupati ini semenjak 7 September hingga 13 september.
“Tetapi bakal calon wakil nupati ini mengajukan hari pemeriksaan kesehatan di hari ini, Rabu 11 September,” pungkas Edi
urat keterangan hasil pemeriksaan narkotika Suhartina Bohari dengan hasil negatif beredar di media sosial. Surat itu dikeluarkan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi DKI Jakarta tertanggal hari ini, 9 September 2024.
Ada dua dokter pemeriksa dalam surat itu ialah dr Ruth Adrian Melany dan Dwicahyanti Utama. Akibatnya, mereka mengungkapkan tak ditemukan tanda-tanda Suhartina menggunaka narkotika.
Sebelumnya, Suhartina diucapkan tak memenuhi persyaratan (TMS) hasil tes kesehatan calon kepala daerah untuk Pilkada Maros 2024. Beritanya, pendamping calon bupati Chaidir Syam itu tersandung hasil tes narkoba yang dijalankan BNN Provinsi Sulsel berprofesi sama RS Unhas.
Merespons hasil tes narkotika baru yang mengungkapkan Suhartina negatif, Ketua KPU Maros, Jumaedi mengatakan, apapun hasil tes kesehatan yang dikeluarkan pihak lain tak kapabel menganulir hasil tes yang TMS.
“Itu tak bisa merubah, kecuali kesudahannya dari institusi atau rumah sakit yang kami tunjuk sebagai regu pemeriksa kesehatan (RS Unhas),” katanya, Senin, 9 September 2024.
Edi, sapaan akrabnya, menerangkan dalam progres pemeriksaan kesehatan, pihaknya menunjuk RS Unhas.